Wednesday, December 7, 2011

Bubur Bun Ong

Malam - malam kelaparan, di rumah lagi ga ada makanan. Mau ke Mal, pasti sudah pada tutup. Cari warteg dekat rumah, sudah pada tutup juga.

Tiba - tiba kepikiran Bun Ong yang buka 24 jam dan lokasinya juga ga jauh dari rumah. Meluncurlah aku, hubby dan seorang teman, yang kebetulan lagi pengen banget makan nasi campur, ke sana.

Aku dan hubby sudah sering makan bubur atau nasi campur di sana. Harganya cukup mahal tapi rasanya cocok di lidah kita berdua. Aku saja yang biasanya ga doyan makan bubur, suka banget makan buburnya Bun Ong. 

Seperti biasanya, kita memesan seporsi bubur polos dan seporsi daging campur, yang isinya telur, chasio, siobak dan daging ayam. Buburnya kita bagi dua, untuk aku dan hubby, karena isi satu porsinya cukup banyak untuk dimakan sendiri. Sedangkan teman kita memesan nasi campur.


Ini nih foto fotonya :


Daftar menu Bun Ong


Daging campur


Bubur polos



Tuesday, November 15, 2011

Kampung Medan Food Fest

Bermula dari ajakan hubby ke Pluit Village mall di Jakarta Utara. Dia bilang, di sana sedang ada food festival dan Sate Pak Kempleng ikutan buka stand di sana. Ternyata dia ingat kalau aku suka banget makan Sate Pak Kempleng. Hanya saja, biasanya kita makan di Sate Pak Kempleng 1 yang terletak di Ungaran. Cari - cari cabangnya di Jakarta, kok sepertinya ga ada.

Karena itu, aku dan hubby pun meluncur ke Pluit Village untuk makan sate dan melihat seperti apa sih food festival di sana.

Gerbang masuk ke Food Fest

Ternyata itu adalah Kampung Medan Food Fest yang diadakan di Pluit Village mulai dari 28 oktober - 31 desember 2011 dan hanya buka dari sore sampai malam hari.

Suasananya sih boleh, stand - stand diletakkan di pinggiran sungai kecil Pluit Village dan dimeriahkan dengan lampu - lampu kecil yang bergantungan seperti anggur :)

Suasana malam di Food Fest

Makanan yang dijual pun cukup banyak macamnya, mulai dari cakwe, mie, sate, nasi campur, es putar, sampai ketoprak cirebon. Sempat mau coba beli es putarnya yang dijepit dengan roti tawar, tapi harganya Rp. 18.000;. Harga segitu hanya untuk es putar...mmm....better not!

O iya, untuk makan di sini, kita harus membeli voucher di kasir terlebih dahulu, jadi saat kita memesan makanan, bayarnya pakai voucher bukannya cash. Kalau kita sudah kenyang dan voucher nya masih sisa, bisa ditukarkan lagi di kasirnya, tapi hanya berlaku untuk hari yang sama.

Setelah berkeliling, aku mampir juga ke stand Sate Pak Kempleng. Satu porsinya terdiri dari sepuluh tusuk sate dengan harga Rp. 30.000;. Untuk satenya ternyata kita bisa pilih sate sapi atau ayam. Karena yang terkenal dari Pak Kempleng adalah sate sapi nya dan itu juga yang biasa aku makan di Ungaran, aku pun memesan satu porsi sate sapi dengan dua porsi nasi putih. Totalnya seharga Rp. 36.000;.

Tidak perlu menunggu lama, pesanan kita pun datang. Ternyata sate Pak Kempleng di sini ga semenarik 'saudaranya' di Ungaran. Sate di sini lebih kecil dan sudah dicampur langsung dengan bumbu kacang dan kecap. Nasi nya pun porsinya kecil sekali! Menurutku, cukup mahal dengan harga segitu. Tapi ya sudah lah, rasanya juga cukup oke kok, meskipun tetap ga seenak yang di Ungaran.


Sate Pak Kempleng di Kampung Medan Food Fest

Sambil makan, kita menonton serombongan ibu - ibu yang sedang menari di depan panggung dengan diiringi musik. Buat mereka, event Food Fest ini sepertinya menjadi ajang untuk kumpul - kumpul bersama keluarga dan teman - teman.


Dance till you drop :)


Salah satu sudut di Food Fest Pluit Village

Sebelum pulang, ga lupa kita menukarkan sisa voucher yang masih kita punya. Untuk yang mau coba makan di sini, buruan saja sebelum event nya berakhir. Tapi ternyata ga cuma aku yang bilang kalau harga makanan di sini cukup mahal. But better go and check it out by yourself :)








Breakfast at Old Town White Coffee

Ini yang kedua kalinya untuk aku dan hubby makan di Old Town White Coffee. Pertama kali ke sana, kita hanya mencoba white coffee dan roti kaya and butter toast nya. Ternyata enak! :)

Jadi kemarin kita kembali ke sana untuk makan pagi. Kebetulan, kita sampai di Emporium mall sekitar pukul 09.30. Masih sedikit sekali tempat makan yang buka di sana, bahkan eskalator pun masih banyak yang belum difungsikan. Untungnya, Old Town White Coffee sudah buka.




Untuk breakfast kali ini, kita memilih dua dari lima paket breakfast yang ada. Untuk hubby, paket My Breakfast 1, yang berisi single kaya and butter toast + black tea (Rp. 12.500;) dan untuk aku, paket My Breakfast 2, yang isinya nasi lemak bungkus + black tea, seharga Rp. 17.500;. Tapi kemudian aku mengganti black tea ku dengan white coffee, dengan biaya tambahan, kalau ga salah ingat Rp. 3000;.


White Coffee


Paket My Breakfast 1


Nasi lemak bungkus


White coffee and black tea

Roti kaya nya sudah ga diragukan lagi, pasti enak! Apalagi dengan tambahan potongan butter di dalamnya. Untuk nasi lemaknya, mmm...tadinya aku sempat ragu karena melihat kemasannya yang seperti nasi uduk biasa, dibungkus daun. Tapi begitu dibuka, langsung tercium aromanya. Meskipun lauknya hanya berupa ikan teri dan kacang, tapi rasanya enak banget! Nasinya wangi, gurih dan meskipun cuma satu bungkus, tapi cukup mengenyangkan buat aku. Mau deh makan di sana lagi :)



Thursday, November 10, 2011

Jalan - Jalan Pagi

Salah satu aktivitas yang aku suka selama di Magelang adalah jalan - jalan pagi. Kadang aku dan hubby hanya berjalan - jalan di dalam kota sambil menikmati suasana pagi Magelang yang sejuk dan sepi. Tapi ada satu waktu di mana kita ingin keluar dari kota dan mencari suasana lain yang lebih alami.

Untungnya suasana alami khas pedesaan masih mudah kami temukan di sekitar kota Magelang. Tidak hanya badan yang bugar, mata pun dimanjakan dengan pemandangan alam yang luar biasa. Di samping itu, keramahan masyarakatnya juga menghangatkan hati.













Di atas, adalah foto - foto saat kita berjalan - jalan ke sebuah desa yang terkenal akan produksi slondok nya. Slondok adalah sejenis makanan seperti keripik yang terbuat dari singkong. Slondok yang aku tahu, biasanya berbentuk panjang dan teksturnya agak tebal, tapi slondok dari desa ini bentuknya bulat dan lebih tipis. Hanya ada dua macam rasa, yaitu pedas dan gurih.

Sedangkan di bawah ini adalah foto - foto dari beberapa desa lainnya yang masih terletak di seputaran Magelang.



























Menikmati Kesejukan Kopeng

Dalam perjalananku yang kesekian kalinya ke Magelang, aku menyempatkan diri untuk mampir ke Kopeng, sebuah desa wisata yang sejuk di Jawa Tengah. 

Perjalanan dari Magelang memakan waktu hanya sekitar setengah jam dengan mobil. Udara yang sejuk, pemandangan yang tidak bisa ditemukan di Jakarta, dan harga sayur mayur serta buah-buahan yang cukup murah, membuatku betah melewatkan waktu di sana.

Gunung Telomoyo terlihat dari Kopeng









Kopeng disebut sebagai desa wisata karena memang di sana terdapat beberapa tujuan wisata, seperti air terjun, kebun strawberry dan Kopeng Treetop adventure park. Untuk wisatawan yang memerlukan tempat menginap pun, di sana banyak terdapat hotel dan beberapa villa yang bisa disewakan.

Kalau untuk urusan makanan, ada satu tempat yang jadi favoritku. Namanya Warung ngGoenoeng, meskipun bentuknya sendiri jauh dari kesan warung. Lokasinya ada di pinggir jalan raya Kopeng, tepatnya di KM 13,5. 

Sekali ke sana dan mencicipi makanannya, mulai dari iga gongso, tongseng iga, pisang penyet dan beraneka ragam minumannya yang cukup unik, seperti teh jahe tarik, memang cukup membuat aku ketagihan. Hasilnya, selama aku di Magelang, beberapa kali aku datang ke Kopeng hanya sekedar untuk menikmati sejuknya Kopeng dan ngopi-ngopi di sana :)



Gunung Telomoyo tampak dari Warung ngGoenoeng


Warung ngGoenoeng



Iga gongso



Tongseng iga



















































Sunday, May 22, 2011

Sendang Sono

Sudah lama sekali sejak terakhir kalinya aku mengunjungi Gua Maria Sendang Sono. Beberapa hari yang lalu, mumpung ada di Magelang, aku mengajak hubby untuk mampir ke sana.

Dari Magelang, kita menuju kota Muntilan. Dari sini, kita harus mengandalkan GPS dan beberapa petunjuk arah menuju Sendang Sono, yang terletak di desa Banjaroyo, kecamatan Kali Bawang, kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Sebenarnya perjalanan yang harus kita tempuh tidak jauh, hanya saja GPS sempat membelokkan kita melalui jalan kecil, melewati sebuah desa. Mungkin itu seharusnya adalah jalan tersingkat menuju Sendang Sono tapi karena kondisi jalan berbatu - batu yang belum diaspal, ditambah kondisi saat itu hujan deras, kami memutuskan untuk kembali ke jalan raya dan mencari jalan lain yang lebih bagus dan aman untuk menuju Sendang Sono.

Tidak lama kemudian, kami sampai di jalan berkelok - kelok, yang sebenarnya hanya cukup untuk dilewati satu mobil. Tapi ternyata, jalan ini digunakan untuk dua arah, satu - satunya jalan untuk keluar dan masuk Sendang Sono. Meskipun jalan rusak di beberapa tempat, tapi jalan ini cukup layak untuk dilewati, bahkan oleh mobil sedan.

Beberapa ratus meter sebelum sampai ke tujuan, kita melihat ada jalanan menurun di sebelah kiri yang bisa membawa kita ke sebuah gereja, yang ternyata adalah awal dari jalan salib lama atau jalan salib besar yang jaraknya mencapai satu kilometer. Mobil kita terus melaju dan berhenti di lokasi parkir kendaraan di sebelah kanan jalan. Karena hujan masih cukup deras, kita tidak langsung turun dari mobil melainkan membuka bekal yang memang sudah kita siapkan dari rumah dan mulai menikmati makan siang kami di dalam mobil sambil berharap hujan akan segera reda.

Harapan kita terkabul. Hanya gerimis yang tersisa setelah kita selesai makan. Segera kita turun, mengambil kamera dan tidak lupa membawa payung untuk persiapan bila nanti hujan turun lagi. Memasuki kompleks Sendang Sono, kita harus melalui jalanan menanjak yang diapit oleh toko - toko kecil yang menjual berbagai macam lilin, rosario dalam berbagai ukuran, botol - botol untuk diisi air Sendang dan bunga - bunga yang sudah agak layu serta berbagai macam barang - barang rohani lainnya.



Sampai atas, kita belok ke kanan dan dari situ, gerbang masuk Sendang Sono sudah terlihat.



Begitu melewati gerbang tersebut, kita disambut oleh suasana Sendang Sono yang sejuk dan asri dengan banyaknya pepohonan di kanan kiri. Kita berjalan melewati beberapa pendopo yang sepertinya berfungsi sebagai tempat untuk berteduh, beristirahat dan sekaligus berdoa. Uniknya, pendopo - pendopo tersebut  mirip dengan bagian dari atap bangunan.



Dari situ, kita berbelok ke area jalan salib ...



...melewati sebuah bangunan yang sepertinya digunakan sebagai tempat misa...



...dan sebuah salib yang sangat besar.



Ada beberapa poster yang ditempelkan di tembok - tembok sekitar Sendang Sono yang, mungkin karena lokasi Sendang Sono yang berada di Jawa Tengah, menggunakan bahasa jawa. Ini contohnya :

Terjemahannya dalam bahasa Indonesia : "Jangan menyembah berhala; menyembahlah dan setialah hanya kepada-Ku saja karena Aku melebihi segalanya."


TIdak lama, sampailah aku di depan gua Maria. Di depan gua, banyak bunga persembahan yang sudah mulai layu dan botol - botol tempat penyimpanan air sendang. Tempat untuk lilin - lilin persembahan ada di kanan kirinya dan sebuah tempat untuk membakar kertas - kertas yang berisikan doa atau pengharapan kita. Di belakangku, banyak terdapat bangku kayu kecil untuk umat yang ingin duduk di hadapan gua sambil berdoa.










Setelah melewatkan waktu sejenak untuk berdoa di depan gua Maria, kita menuju ke sebuah toko kecil yang lokasinya dekat dari situ. Di sana banyak dijual bermacam - macam rosario, salib, patung Yesus dan Maria. Di sebelahnya, terdapat kantin yang menjual minuman dan makanan kecil. Sambil berteduh dari gerimis yang kembali datang, kita memesan teh manis hangat. Di depan kita duduk, terlihat patung malaikat Raphael. Di bawahnya, berjajar toilet umum yang cukup bersih.



Karena hari sudah makin sore, dan kita ada rencana ke tempat lain, maka kita beranjak menuju parkiran mobil dengan tak lupa mampir ke tempat air sendang untuk sekedar membasuh muka sebagai penutup kunjungan kita ke Sendang Sono hari itu. 
























Thursday, April 28, 2011

Rumah Makan Sindang Heula (Abah)

Karena perjalanan aku dan hubby dari Jakarta ke Magelang terhambat kemacetan yang luar biasa parah di Pantura, kita memutuskan untuk mengubah rute melalui Subang – Lembang – Bandung, baru kembali lagi ke jalur Pantura melalui Cirebon.

Sebenarnya kita bisa langsung menuju Bandung tanpa melewati Subang dan Lembang, tapi mumpung kita ada di daerah sana, kita ingin mampir ke rumah makan Abah. Jadi ceritanya, dulu waktu kita berdua sering ke Bandung, waktu jalan tol Sadang masih belum ada, kita sering melewati daerah Subang dalam perjalanan kembali ke Jakarta. Di Subang itulah kita sering mampir makan ikan mas bakar di rumah makan Abah. Ikan bakar di sana cocok sekali dengan selera kita berdua. Beberapa kali kita mencoba makan ikan mas bakar di tempat lain, tapi rasanya tidak ada yang seenak ini.

Di rumah makan Sindang Heula atau yang lebih dikenal dengan Abah ini, selain pelayanannya yang cepat, daging ikan masnya yang lembut dan sambalnya yang mantap dan sangat pedas di lidah, pemandangan alam yang terlihat dari rumah makannya benar – benar menyejukkan mata. Enak sekali duduk bersantai di sini –apalagi saat sore hari- sambil makan ikan mas bakar yang masih panas, nasi putih disertai sambal atau tambahan lauk, seperti bakwan jagung / sayur, tempe goreng dan tumis jamur.

Mereka juga menyediakan tempat makan lesehan yang terletak di atas kolam ikan mas. Jadi saat menunggu makanan siap, kita bisa melihat ikan – ikan tersebut dari tempat kita duduk. Kita juga boleh memberi mereka makanan. Seru sekali, lho..karena mereka akan berebut makanan tersebut dengan rakusnya.

Sindang Heula aka Abah


Ruangan rumah makan yang luas dan sejuk

Pemandangan yang terlihat dari tempat lesehan

Pemandangan dari teras rumah makan

Ikan mas bakar, salah satu menu andalan di Abah

Beberapa pilihan lauk tambahan