Bulan lalu, tepatnya tanggal 19 - 22 November 2010, aku, hubby bersama dengan 2 orang teman -Sonny dan Nancy, mengunjungi Ujung Genteng, suatu daerah yang terletak di pesisir pantai selatan di wilayah Jawa Barat, yang juga merupakan salah satu daerah di Kabupaten Sukabumi.
Perjalanan dari Jakarta, sejauh kurang lebih 220 km, kita tempuh sekitar 7 jam dengan mobil pribadi. Kita hanya mendapatkan info tentang Ujung Genteng dari Google beserta penginapan - penginapan di sana dan rute yang harus kita ambil dari Jakarta. Beberapa hari sebelum berangkat, aku sudah membuat daftar penginapan yang kemungkinan akan kita tempati selama di sana. Setelah membaca beberapa review tentang penginapan di sana dan berdasarkan rekomendasi dari sesama traveller yang pernah ke sana, sehari sebelum keberangkatan, aku memesan hotel di Pondok Hexa. Ada beberapa pilihan kamar yang ditawarkan, tapi karena belum yakin dengan keadaan hotelnya, aku memesan 1 kamar yang berisi 1 double bed, TV, AC dan kamar mandi dalam ditambah 2 ekstra beds untuk 2 malam. Totalnya adalah Rp. 640.000; Karena bukan high season, deposit pemesanan kamar tidak diperlukan.
Jumat / 19 November 2010
Sonny dan Nancy tiba di apartemen kita sekitar jam 21.30. Setelah memarkir mobil mereka di basement, memindahkan barang - barang bawaan ke mobil kita, meluncurlah kita keluar dari apartemen menuju daerah Tanjung Duren, di mana kita mampir untuk makan malam dan membeli gorengan untuk camilan di jalan. Tepat jam 23.00, kita melanjutkan perjalanan menuju Bogor. Karena keasyikan ngobrol, hubby salah ambil jalan di tol. Selanjutnya kita berputar - putar di daerah Jakarta hanya untuk menemukan jalan yang benar yang mengarah ke pintu tol ke Bogor.
Sekitar 30 menit kemudian, kita sudah kembali berada di tol, kali ini di arah yang benar menuju Bogor. Untung waktu itu kita ga terhadang kemacetan sama sekali. Dan dari Bogor, kita mengikuti papan penanda jalan ke arah Sukabumi. Setelah itu kita terus mengikuti penunjuk jalan yang ada ke Pelabuhan Ratu dan selanjutnya Ujung Genteng. Kita berhenti sekitar 2 kali di pom bensin untuk mengisi solar dan ke toilet. Sempat berhenti sekali di pinggiran jalan menuju Kiara Dua karena hubby pengen istirahat sejenak. Ga banyak mobil pribadi yang lewat di sana, kebanyakan adalah truk. Jalannya juga jalan kecil 2 arah, hanya muat untuk 2 mobil. Karena gelap, kita ga terlalu memperhatikan keadaan sekitar, sepertinya kita lama melewati jalanan yang diapit hutan.
Melewati Kiara Dua, mobil makin bergerak lambat karena ga ada lampu penerangan jalan sama sekali, rumah penduduk pun ga ada. Jalanan benar - benar gelap dan mulai rusak di sana sini. Di depan kita hanya ada 1 mobil yang juga berjalan lambat, sepertinya mereka menuju Ujung Genteng juga. Karena ga sabar mengikuti mobil di depan, hubby menambah kecepatan dan mendahuluinya.
Sabtu / 20 November 2010
Kita sampai di gerbang masuk Ujung Genteng saat hari sudah mulai terang. Sepertinya kita harus membayar retribusi untuk kendaraan dan penumpang yang akan masuk ke sana, tapi kita melewati gerbangnya saja tanpa membayar karena kita ga melihat satu pun petugas yang jaga. Ga seperti di Pangandaran yang meskipun kita sampai di sana pagi - pagi buta, tetap saja ada beberapa petugas yang berjaga di gerbangnya untuk mengumpulkan retribusi dari pengunjung.
Di kanan kiri jalan, kita mulai bisa melihat banyaknya pohon kelapa. Karena itulah di sana banyak penduduk lokal yang membuat gula kelapa. Mobil berjalan terus sampai ke ujung jalanan yang terbelah dua dan di ujung jalanan itu adalah laut. Kita ga yakin harus belok ke kiri atau kanan untuk mencapai Pondok Hexa. Hubby mencoba belok ke kiri yang ternyata adalah jalanan yang berujung dengan tempat pelelangan ikan (TPI). Sama sekali ga terlihat satu pun penginapan di sana. Mobil putar balik dan mengambil jalan lurus, belokan yang satu lagi. Jalanan aspal berubah jadi pasir pantai yang diapit dengan tanaman semacam bakau. Kita melewati beberapa kubangan yang cukup dalam dan sempat kepikiran bahwa sepertinya kita salah jalan lagi. Sampai akhirnya kita melihat bangunan di sebelah kanan jalan yang ternyata adalah Mama's losmen, salah satu penginapan di Ujung Genteng. Selanjutnya kita melewati Pondok Adi sebelum akhirnya sampai di Pondok Hexa. Fiuuuhhhh....perjalanan yang melelahkan dengan kondisi jalan yang berkelok - kelok dan rusak di sana sini. Akhirnya kita bisa beristirahat juga!
|
Kapal dan pantai di depan penginapan kami |
|
Sisi pantai sebelah kiri |
|
Sisi pantai sebelah kanan |
|
Salah satu umang yang banyak kita temui di pantai |
Pagi itu sudah nampak beberapa mobil di penginapan. Beberapa orang juga sudah mulai bermain di pantai. Sepertinya mereka datang malam sebelumnya. Setelah mengurus proses check-in, kita menurunkan tas - tas kita di kamar. Sebenarnya kamarnya cukup besar tapi agak sesak kalau dipakai untuk berempat, ditambah dengan extra bed nya. Karena itu, kita pindah ke cottage yang berisi 2 kamar, 2 kamar mandi (masing - masing berada di dalam kamar), dapur dan ruang keluarga. Bangunan cottage yang ini masih terlihat baru dan bagian dalamnya juga bersih. Kebetulan karena hari itu ada rombongan yang harus segera balik ke Jakarta jadi mereka mempersingkat kunjungan mereka ke Ujung Genteng. Dan cottage yang seharusnya untuk mereka itulah yang kita pakai. Total harga cottage untuk 2 malam adalah Rp. 1.000.000;.
Seharian itu kita habiskan untuk beristirahat, main di pantai dan beberapa kali menolak tawaran tukang - tukang ojek untuk membawa kita ke beberapa pantai di sana yang ga bisa didatangi oleh mobil karena kita harus melewati jalan setapak yang berlumpur dan hutan. Kita bisa memilih mau mengambil paket atau hanya satu tujuan saja. Misalnya tarif untuk satu ojek ke pantai Pangumbahan adalah Rp. 35.000; pp dan kalau paket -mengunjungi pantai Cibuaya sambil melihat sunset, pantai akuarium, pantai Pangumbahan dll (total ada 5 lokasi, kalau ga salah) Rp. 120.000; pp. Karena memang hari itu kita masih capek, kita baru akan mengunjungi tempat - tempat yang disebutkan tadi di keesokan harinya.
Untuk makan siang, kita membelinya di restoran penginapan kami. Nasi putih, fuyunghai, dan sayur cap cay menjadi menu kita siang itu. Seandainya kita tahu akan menginap di cottage dengan dapur, pasti kita sudah membawa persediaan makanan dari Jakarta. Sedangkan untuk malamnya, kita keluar dari penginapan dan menuju TPI untuk membeli ikan karena di resto penginapan persediaannya sudah habis. Kalau malas keluar, kita bisa minta tolong pegawai penginapan untuk membeli ikan dari TPI untuk kita. Tapi karena memang kita ga ada kegiatan, kita sendiri yang berangkat ke TPI.
|
Sunset di pantai depan penginapan |
|
Perahu senja :) |
|
Suasana malam di TPI |
Di TPI kita membeli ikan kakap merah yang harga per kilo nya Rp. 35.000;. Selain ikan, mereka juga menjual cumi - cumi, kepiting dan udang. Selain harus menawar, kita juga harus memperhatikan benar - benar kesegaran ikan. Karena ada beberapa ikan yang mereka bilang masih segar tapi kelihatannya ga begitu. Kita juga membeli nasi putih di sebuah warung di kawasan TPI -sebungkusnya Rp. 5000; tapi porsi jumbo!- dan mampir ke warung untuk beli snack dan obat nyamuk bakar. Ga cuma malam hari, siang hari pun di sana banyak sekali nyamuk.
Sampai di penginapan, kita minta tolong pegawai resto di sana untuk membakar dan menggorengkan ikan kita. Tarif jasa seperti itu adalah Rp. 15.000; sudah termasuk sambal kecap :)
Minggu / 21 November 2010
Pagi - pagi kita bangun, sarapan nasi uduk -beli dari ibu - ibu yang berjualan keliling- dan siap untuk menelusuri pantai.
|
Panorama laut yang menyambut kita di pagi hari |
|
Siap - siap menjelajahi pantai |
Dari pantai depan penginapan kita mengambil arah ke kanan. Sambil jalan, ga lupa foto - foto dan sesekali berhenti untuk beristirahat. Kita terus berjalan sampai di pantai Cibuaya. Sepengetahuan kita, pantai Pangumbahan tempat penyu bertelur ga jauh lagi letaknya dari sana. Jadi kita berniat untuk mengajak Sonny dan Nancy ke sana sore ini dengan berjalan kaki.
Perjalanan pulang dari Cibuaya ternyata lebih melelahkan karena matahari makin terik. Beberapa kali kita berhenti untuk berendam sebentar di laut. Begitu sampai di penginapan, kita langsung buru - buru cari minuman dingin :)
Dan sorenya, kita ditambah Sonny dan Nancy jalan kaki melewati rute yang sama menuju Pangumbahan dengan mengajak seorang tukang ojek untuk menjadi guide kita. Ternyata pantai yang kita tuju masih sekitar 15 menit berjalan kaki dari Cibuaya, ga sedekat yang kita kira sebelumnya. Tapi sepanjang perjalanan kita melihat dan melewati panorama sore yang indah. Dengan matahari terbenam di sebelah kiri, kita melewati tanah - tanah kosong, villa cowboy dan pantai akuarium. Makanya kita ga menyesal sedikit pun karena lebih memilih berjalan kaki ke sana daripada menyewa ojek.
|
Salah satu lokasi pantai yang kita lewati |
|
One of my fav pics! |
|
Sapi dan anaknya sedang mencari makan sebelum hari gelap |
|
Jalanan menuju pantai Pangumbahan setelah melewati Cibuaya |
Kita sampai di Pangumbahan tepat saat petugas konservasi penyu sedang melepaskan kelompok tukik (anak penyu) terakhir.
|
Salah satu tukik yang baru dilepas |
|
Tempat telur penyu disimpan sampai mereka menetas |
Karena hari itu hari Minggu jadi pengunjung yang ada di sana untuk melihat penyu bertelur hanya ada kita berempat ditambah dua orang mahasiswa dari Jakarta yang datang ke sana untuk keperluan skripsi mereka. Setelah menunggu kurang lebih 2 jam dan beberapa kali olesan obat anti nyamuk, seorang petugas konservasi mengajak kita untuk kembali ke pantai karena malam itu sudah ada 6 ekor penyu yang bertelur! Kita memang beruntung karena bulan November adalah salah satu bulan musim penyu bertelur. Tapi jangan khawatir, meskipun kita ke sana pas bukan musimnya penyu bertelur, tetap ada saja kok penyu yang naik ke darat untuk bertelur meskipun ga sebanyak pas musimnya...itu kata petugasnya, lho! :)
Dan memang suatu keajaiban tersendiri saat kita melihat seekor penyu bertelur di hadapan kita. Hal yang biasa kita lihat di TV sekarang ada di depan mata kita. Saat itu aku seolah - olah aku diingatkan lagi salah satu alasan aku ga bisa berhenti travelling. Dan aku benar - benar bersyukur diberi kesempatan untuk menyaksikan salah satu keajaiban alam. Itu juga salah satu hal yang membuat aku ingin kembali ke Ujung Genteng.
|
Penyu dan telurnya |
|
Isn't she beautiful? |
Rasanya aku ingin menghabiskan malam itu di Pangumbahan karena semakin banyak penyu yang naik ke darat. Tapi tukang ojek kita sudah menunggu -ya memang, untuk perjalanan pulangnya kita menyewa ojek dengan tarif Rp. 25.000; / ojek. Karena itu setelah menyaksikan satu penyu bertelur sampai selesai, kita segera pulang kembali ke penginapan. Dan perjalanan pulang dengan menggunakan ojek menimbulkan sensasi dan pengalaman baru : jalanan yang gelap tanpa lampu, lubang di sana sini, dan kubangan air di beberapa tempat. Cukup menegangkan :) !
Senin / 22 November 2010
Hari terakhir kita di Ujung Genteng. Kita menghabiskan sepanjang pagi di pantai depan penginapan, makan siang di restonya dan berpamitan kepada pemilik dan staff nya, yang sudah banyak membantu selama kami di sana, untuk kemudian check out dari sana jam 13.00.
Dalam perjalanan pulang, kita mampir ke Hotel Amanda Ratu dan mengambil beberapa foto.
|
Halaman dan aula di Amanda Ratu |
|
'Tanah Lot' nya Ujung Genteng |
Berbeda dengan saat berangkat ke Ujung Genteng, waktu pulang kami disuguhi pemandangan yang luar biasa. Hutan, bukit, jurang di kanan atau kiri jalan...dan perjalanan menuju Jakarta kami tempuh selama 8 - 9 jam karena kita sempat berhenti makan sate kambing di tengah perjalanan.
Kita berpisah dengan Sonny dan Nancy setibanya kembali di apartemen karena malam makin larut dan mereka harus segera kembali ke rumah mereka.
Mungkin suatu hari nanti kita akan kembali ke Ujung Genteng dan semoga jika saat itu datang, Ujung Genteng akan tetap bersih dan menjadi lebih baik dari sekarang.